Diskusi Publik oleh Pusat Studi Hukum Indonesia & Internasional (Center for Indonesian and International) Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan Tema “Putusan Bebas (Vrijspraak) Ronald Tannur : Koneksi atau Independensi Hakim?”
Diskusi publik diadakan oleh CIILS pada hari Senin, 12 Agustus 2024 di Kampus Sindangsari dengan mengangkat kasus kontroversi Vonis Bebas Ronald Tannur, anak Eks DPR RI yang Didakwa Bunuh Kekasihnya.
Diskusi publik ini dibuka oleh narasumber pertama, Dr. Rena Yulia, S.H., M.H (Direktur Criminal Law Institute) yang menjelaskan dari segi isi putusan, bahwa kronolgis putusan No. 454/Pid.B/2024/PN.Sby yang pada intinya Ronnald dan kekasihnya yang bernama Dini (korban) pergi ke KTV (blackhole) dalam keadaan mabuk dan keduanya memiliki kebiasaan bertengkar melibatkan kekerasan fisik dalam keadaan mabuk. Saat keadaan mau mengantar pulang, Ronald melajukan mobilnya ketika Dini masih bersandar pada pintu mobil hingga terseret dan sempat terlindas, namun terdakwa sempat membawa ke Rumah Sakit dan mengabari keluarganya. Selanjutnya Ronald didakwa oleh Jaksa dengan dakwaan pertama Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian dan kedua Pasal 351 ayat (1) tentang penganiayaan. Berdasarkan tuntutan tersebut terlihat bahwa Jaksa tidak memberikan celah kebebasan pada Ronald dan menuntut restitusi (ganti rugi) kepada keluarga korban. Namun majelis hakim menilai bahwa perbuatan Ronald tidak memenuhi unsur dakwaan dan menyatakan putusan bebas baginya. Ratio decidendi yang terkandung dalam putusan dapat dilihat dari segi yuridis memuat pemenuhan unsur dan segi sosiologis memuat keadaan sosial terdakwa. Pada pertimbangan hakim diadakan saksi ahli keselamatan berkendara yang menyatakan bahwa “tidak mungkin seseorang yang jatuh saat menyender jatuh ke dalam lajur”, oleh karenanya hakim menyatakan tidak ada bukti yang membuktikan ttindakan Ronald sebagaimana didakwakan. Hasil Visum et Repertum ditemukan 2 penyebab kematian korban, pertama karena luka robek majemuk dan kedua adanya alkohol di lambung. Narasumber mengkaitkan dengan teori kausalitas (sebab akibat), teori kesengajaan dan kelalaian yang tidak terpenuhi unsurnya oleh perbuatan terdakwa karena majelis hakim berpendapat hasil visum kedua bahwa korban meninggal karena alkohol. Sehingga menurut Dr. Rena Yulia, S.H., M.H, dalam pemenuhan unsur tindak pidana perlu alat bukti yang memadai sehingga meyakinkan hakim, perlu ada victim oriented sehingga kerugian korban dapat dipertimbangkan dan hakim perlu mempertimbangkan sebab-sebab lain yang menyebabkan kondisi kematian tersebut.
Selanjutnya, narasumber kedua, M. Uut Luthfi, S.H., M.H (Ketua Satgas PPPKS Untirta) menjelaskan kasus tersebut dengan tema relasi yang berujung kekerasan. Kekerasan biasanya terjadi di antara hirarki yang lebih tinggi dalam sebuah hubungan. Salah satu macam relasi adalah relasi cinta yang memiliki 3 komponen yaitu hasrat (passion), keintiman (intimacy) dan komitmen. Dari relasi cinta dikenal adanya hubungan pacaran yang dapat menyebabkan relasi tidak sehat. Dampak relasi yang tidak sehat menyebabkan kekerasan yang disebabkan karena faktor eksternal salah satunya karena lingkungan sosial dari pelaku. Faktor internal seperti kepribadian pelaku dan keadaan korban ketergantungan terhadap pasangan juga menjadi penyebab kekerasan. Kekerasan sendiri terdiri dari kekerasan psikis, fisik, seksual dan finansial. Pada diskusi ini, M. Uut Luthfi, S.H., M.H, selaku ketua Satgas PPKS Untirta memberikan cara menghindari kekerasan pada pacarana dimulai dari kenali latar belakang pasangan, zero telorance pada kekerasan, buat rencana keselamatan, meminta dukungan dari orang terdekat hingga memiliki sifat berani untuk melapor.