Hukum dilambangkan dengan seorang perempuan yang lazim disebut dengan “Dewi Keadilan”, yang tertutup matanya, sebelah tangannya membawa timbangan yang setara, dan tangan lainnya membawa sebuah pedang yang diturunkan kebawah. Kalau dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan diatas, lambang keadilan memberikan point of view yang dapat mengartikan dan menjawab atau mungkin merefleksikan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lambang keadilan terdiri dari 4 (empat) elemen utama yaitu: Dewi, Mata yang tertutup, Timbangan dan Pedang.
- Dewi, Wujud keadilan dilambangkan dengan sosok wanita yang notabene adalah makhluk yang dipenuhi dengan nurani yang luhur, yang secara filosofis mempunyai perasaan yang halus, sifat yang mencintai keindahan dan kelembutan. Hukum tidak perlu ditakuti karena sesungguhnya hukum itu memiliki sifat memelihara dengan nurani kemanusiaan.
- Mata yang Tertutup, dengan kedua mata yang ditutup jelas pandangan kita akan menjadi gelap dan tidak bisa melihat wujud didepan kita. Hukum adalah tempat dimana keadilan itu dicari karena makna dari mata yang tertutup adalah hukum tidak membedakan siapa yang berbuat. Dimata hukum yang tertutup semua orang mempunyai hak yang sama dan diperlakukan sama tanpa ada perbedaan.
- Timbangan, sebelah tangan dari dewi yang matanya tertutup ini mengangkat timbangan yang seimbang. Maknanya adalah hukum tidak pernah memihak, setiap perbuatan akan ditimbang berat ringannya sebelum hukuman dijatuhkan. Tidak ada si kaya dan si miskin atau penguasa dan rakyat kecil semuanya apabila melakukan perbuatan melawan hukum akan mendapatkan perlakuan yang adil sesuai timbangan perbuatan yang dilakukan.
- Pedang, pedang yang diturunkan kebawah bukan menggambarkan kalau hukum mengancam kebawah tapi filosofi dari lambang ini adalah pedang yang diturunkan bermakna bahwa hukum bukan alat untuk membunuh, pedang akan terhunus apabila diperlukan sebagai obat terakhir (Ultimum Remedium) dan tidak digunakan sebagai pencegahan awal (Premium Remedium).
Jelas simbol dewi keadilan telah menjawab pertanyaan-pertanyan diawal mengenai dimana wujud keadilan? Mengapa keadilan sangat susah dicari di negeri ini? Keadilan memihak kepada siapa? mengapa keadilan hanya tajam kebawah dan tumpul keatas?.
Kalaupun kenyataan yang ada tidak seindah filosofi dewi keadilan yang dipaparkan, itu lebih kepada kualitas manusianya yang mengedepankan keangkuhan, menuruti emosi duniawi dan tertutup nuraninya atau mungkin dalam mempelajari hukum tidak sepenuhnya memahami sehingga gelar Sarjana Hukum yang disandang merupakan hasil dari menunggu di persimpangan atau hasil dari pada mahasiswa yang lebih sering duduk dikantin dari pada duduk dikelas.
Sumber: Bhayangkara / Photo by Hukum Ceplos