Penyuluhan Internasional: “Pernikahan Beda Agama & Pernikahan Beda Negara dalam Konteks Hukum Indonesia dan Hukum Islam

Diposting pada

Pada hari Jumat, 18 Oktober 2024, telah berlangsung penyuluhan internasional bertema “Pernikahan Beda Agama & Pernikahan Beda Negara dalam Konteks Hukum Indonesia dan Hukum Islam”. Acara ini merupakan hasil kerja sama antara Center for Indonesian and International Legal Studies (CIILS) Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) dengan Pertubuhan Masyarakat Indonesia Pulau Pinang, Malaysia (PERMAI). Kegiatan ini sukses menarik perhatian publik, mengingat tema yang dibahas sangat relevan dengan kondisi hukum dan sosial saat ini.

Bapak Eddy Virgo Ng, selalu Presiden PERMAI, memberikan sambutan pada kegiatan hari itu, dimana sambutannya menyoroti terkait kompleksitas isu pernikahan beda agama dan pernikahan beda negara. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya diskusi lintas negara untuk mencari solusi hukum yang inklusif dan adil bagi semua pihak.

Pemaparan materi pertama, disampaikan oleh  Bapak Ibnu Paqih, S.H., M.H., selaku dosen Fakultas Hukum UNTIRTA, beliau membahas mengenai regulasi hukum internasional terkait pernikahan antar negara. Ia mengungkapkan bahwa pernikahan campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) membawa tantangan hukum yang signifikan, khususnya terkait kepemilikan harta, kewarganegaraan, dan warisan. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, WNI yang menikah dengan WNA tidak diperkenankan memiliki hak milik atas tanah. Oleh karena itu, perjanjian perkawinan atau pranikah menjadi solusi penting untuk menjaga kepemilikan harta. Selain itu, anak dari hasil perkawinan campuran dapat memiliki kewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun, setelah itu diwajibkan memilih salah satu kewarganegaraan. Perihal pewarisan, meskipun hukum Islam dan hukum positif di Indonesia tidak melarang pewarisan antar negara, WNA tetap tidak dapat memiliki tanah di Indonesia. Oleh karena itu, tanah yang diwariskan harus segera dialihkan kepada WNI dalam jangka waktu satu tahun setelah pewaris meninggal.

Sementara itu, Ibu Nabilah Falah, S.H., M.H., selaku pemateri kedua, yang merupakan dosen Fakultas Hukum UNTIRTA, turut memberikan pemaparan terkait pandangan hukum Islam mengenai pernikahan beda agama. Berdasarkan berbagai landasan hukum seperti UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, serta fatwa dari ulama dan surat edaran Mahkamah Agung, Islam secara tegas melarang pernikahan antaragama, dengan mengacu pada QS Al-Baqarah ayat 221. Fatwa MUI dan Surat Edaran MA No. 2 Tahun 2023 juga memperkuat larangan tersebut, khususnya dalam hal pencatatan pernikahan beda agama di Indonesia.

Acara ini berhasil memberikan pemahaman mendalam kepada para peserta tentang kompleksitas pernikahan beda agama dan beda negara dalam konteks hukum, serta pentingnya pengetahuan hukum bagi pasangan yang menghadapi tantangan serupa.